Advertisement
Oleh:
Shofa Izzah Ramadhani Mahasiswa Aktif STEI SEBI
Urbanisasi telah menjadi fenomena global yang tak
terelakkan, dan Indonesia tidak terkecuali dari tren ini. Dalam beberapa dekade
terakhir, perpindahan penduduk dari desa ke kota telah meningkat pesat,
didorong oleh harapan akan kehidupan yang lebih baik dan peluang ekonomi yang
lebih besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (2021), lebih dari 56% penduduk
Indonesia kini tinggal di daerah perkotaan, angka yang diproyeksikan akan terus
meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Namun, di balik pertumbuhan kota-kota
besar ini, terdapat tantangan serius terkait pemerataan pembangunan yang perlu
segera diatasi.
Urbanisasi yang cepat telah menciptakan ketimpangan
spasial yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Kota-kota besar,
terutama di Pulau Jawa, telah menikmati pembangunan infrastruktur dan layanan
publik yang lebih baik, sementara daerah pedesaan dan pulau-pulau terluar
sering kali tertinggal. Fenomena ini tidak hanya mengakibatkan kesenjangan
ekonomi, tetapi juga berdampak pada akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan
peluang kerja yang berkualitas. Studi yang dilakukan oleh World Bank (2019) menunjukkan
bahwa ketimpangan antara kota dan desa di Indonesia masih tergolong tinggi
dibandingkan negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara.
Pemerintah Indonesia telah menyadari urgensi dari
masalah ini dan mulai mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan pemerataan
pembangunan. Salah satu inisiatif utama adalah program pembangunan desa melalui
Dana Desa, yang bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur dan kualitas hidup
di daerah pedesaan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (2022) melaporkan bahwa program ini telah berhasil membangun
ribuan kilometer jalan desa, jembatan, dan fasilitas publik lainnya. Namun, tantangan
masih tetap ada dalam hal kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola dana
tersebut secara efektif dan transparan.
Di sisi lain, upaya untuk mengurangi beban kota-kota
besar juga telah dilakukan melalui kebijakan pemindahan ibu kota negara dari
Jakarta ke Kalimantan Timur. Langkah ambisius ini, sebagaimana diuraikan dalam
dokumen perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (2023),
diharapkan dapat mendorong pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa dan
mengurangi kesenjangan antar wilayah. Meski demikian, efektivitas kebijakan ini
masih menjadi perdebatan di kalangan akademisi dan pembuat kebijakan.
Untuk mencapai pemerataan pembangunan yang lebih baik,
diperlukan pendekatan holistik yang tidak hanya berfokus pada pembangunan
fisik, tetapi juga pada pengembangan sumber daya manusia dan penguatan ekonomi
lokal. Strategi ini harus didukung oleh kebijakan yang mendorong desentralisasi
ekonomi, peningkatan konektivitas antar wilayah, dan investasi yang lebih besar
dalam pendidikan dan kesehatan di daerah tertinggal. Hanya dengan upaya yang
konsisten dan berkelanjutan, Indonesia dapat mengatasi tantangan urbanisasi dan
mewujudkan pembangunan yang lebih merata bagi seluruh warganya.